Gedung Sekolahku Rusak

GEDUNG SEKOLAHKU RUSAK

Oleh : Zulfaisal Putera

Musibah kebakaran di Jalan Skip Lama yang ikut menimpa gedung SDN Teluk Dalam I hari Jumat pagi (7 Desember 2007) lalu telah menghanguskan enam ruang kelas beserta buku-buku dan dokumen rapor siswa. Kejadian yang baru sekejap ini langsung mendapat tanggapan Kepala Dinas Pendidikan Kota Banjarmasin, Iskandar Zulkarnaen. Kepada pers beliau janjikan dana perbaikan bagi sekolah tersebut. Tak tanggung-tanggung, besarnya dana yang akan disiapkan adalah 600 juta (BPost, 8/12/2007).

Sekali pun dana tersebut harus diusulkan dulu ke dalam perubahan anggaran sekolah dan baru bisa direalisasikan tahun 2008, tapi sikap tanggap terhadap keadaan yang menimpa sekolah tersebut perlu kita hargai. Hal ini memberikan gambaran betapa pemerintah kota Banjarmasin, dalam hal ini dinas pendidikannya, sangat responsif terhadap persoalan dunia pendidikan. Salah satunya terhadap kerusakan sarana dan prasana sekolah.

Berbicara sarana dan prasarana pendidikan memang tak lepas dari masalah anggaran yang tersedia. Ada banyak sekolah dalam sebuah kota / kabupaten tentu memerlukan banyak dana, baik untuk pembangunan, pengadaan, maupun pemeliharaan. Jika  sebuah kasus seperti hangusnya bangunan kelas SDN Teluk Dalam I akibat kebakaran tersebut mendapat tanggapan yang cepat untuk diperbaiki, tentu penanganan masalah rusaknya fisik bangunan sekolah-sekolah yang lain akibat dimakan usia pasti juga sudah dipersiapkan.

 

Nasib gedung yang rusak

 

   Kamis, 6 Desember 2007, atas undangan sebuah operator seluler, aku berkesempatan mengunjungi sebuah sekolah di Lok Baintan. Kegiatan yang dilakukan oleh operator seluler yang sedang berulang tahun ke-40 di sekolah tersebut adalah untuk memberi bantuan berupa dana. Dana yang dikumpulkan dari kalkulasi penggunaan nada tunggu oleh pelanggan operator selulaer tersebur besarnya hanya sepuluh juta rupiah. Dan aku diminta untuk menyerahkan bantuan itu mewakili pelanggan.

Sekolah yang mendapat bantuan adalah SDN Paku Alam, Desa Paku Alam, Lok Baintan, Kecamatan Sungai Tabuk, Kabupaten Banjar. Sekolah ini mempunyai enam ruang kelas yang terletak pada dua tempat. Tiga ruang berada di tepi jalan, dan tiga lainnya di tepi sungai. Yang sangat menyesakkan dada adalah melihat kondisi fisik gedung sekolah tersebut. Sebagai sebuah sekolah, bangunan fisik sekolah tersebut sebenarnya tak layak untuk dijadikan tempat belajar.

Bagaimana bisa digunakan sebagai tempat belajar jika atapnya saja sudah banyak yang bolong sementara hampir seluruh bagian sudah tidak ada plafonnya. Begitu juga dinding bangunan, hanya menempel sebagian. Jika hujan,  pastilah ruang-ruang kelas ini akan basah. Belum lagi kayu lantainya yang lapuk, tentu agak membahayakan bagi yang menginjaknya. Yang memprihatinkan kondisi demikian sudah berlangsung lama, puluhan tahun.

Yang mengagumkan adalah loyalitas para guru yang mengabdikan diri di SDN Paku Alam tersebut. Dari beberapa guru yang ada, enam orang berstatus PNS,. Dua orang di antaranya pegawai golongan IV A, yaitu Bpk. M. Arsyad selaku kepala sekolah dan seorang ibu guru yang sudah mengajar 30 tahun di sekolah tersebut. Sementara siswanya tidak terlalu banyak, rata-rata 10 sampai 12 orang satu kelas. Untuk siswa kelas IV yang akan mengikuti ujian tahun ini hanya 12 orang.

Agak mengherankan memang jika kondisi SDN Paku Alam itu masih dalam kondisi rusak sampai sekarang. Letak sekolah tersebut tidak berada di pelosok dan mudah dilihat oleh siapa pun yang lewat di sungai Lok Baintan. Apalagi di sungai di hadapan sekolah adalah pusat pasar terapung Lok Baintan dan di seberangnya berdiri Puskesmas Lok Baintan. Siapa pun yang punya kepentingan dengan pasar terapung dan puskesmas satu-satunya itu pasti pernah dan bisa melihat bangunan SDN tersebut.

Persoalannya adalah siapa yang perduli? Menurut pengakuan kepala SDN tersebut, sekolahnya hanya sering mendapat janji. Pernah ditinjau anggota DPRD Kabupaten, tapi setelah itu sepi. Bahkan bupatinya pun – yang sekarang menjadi gubernur – tak pernah mengetahui kondisi sekolah ini padahal saat itu beliau ada kegiatan di Puskesmas seberang sungai. Para pejabat itu baru-baru ini saja bereaksi ketika profil sekolah ini diulas dua teve swasta yang diajak operator seluler itu ketika survey.

Kemana pihak-pihak yang seharusnya bertanggung jawab terhadap nasib sekolah-sekolah semacam SDN Paku Alam tersebut. Kalau sekadar janji-janji, siapa pun bisa. Yang diperlukan tindakan cepat. Omong kosong bicara mempersiapkan sumber daya manusia yang handal jika sekolah yang menjadi dasar persiapan itu saja tidak diperhatikan. SDN Paku Alam di Lok Baintan ini yang bisa dijangkau dengan mobil ini hanya salah satu saja. Ada ratusan sekolah senasib, baik di tengah kota maupun yang di pelosok desa.

 

Peran Pemerintah Daerah

 

Gedung sekolahku rusak. Siapa yang bertanggung jawab? Jawabannya tentu semua pihak: pemerintah dan masyarakat. Namun, jika ditajamkan lagi, siapa yang paling bertanggung jawab, pastilah semua akan menuding ke satu pihak: pemerintah. Jika pihak swasta semacam operator seluler itu saja punya perhatian, apalagi pemerintah sebagai penguasa republik ini. Dan aku yakin pastilah pihak pemerintah sangat menyadari hal ini dan telah menyiapkan banyak hal..

Kompas (28/4/2005) pernah memuat pernyataan pemerintah bahwa program rehabilitasi gedung sekolah yang rusak memang sudah menjadi komitmen pemerintah saat ini. Bahkan, Wakil Presiden Jusuf Kalla pada satu acara di Istana Wapres, 27 April 2005, minta agar perbaikan gedung sekolah yang bobrok dapat segera dilakukan dan proyek pembangunan lainnya dan meningkatkan penerimaan negara rampung dalam waktu tiga tahun. Untuk sumber pendanaannya, pemerintah bertekad akan mengurangi.

Komitmen semacam itu disampaikan lagi oleh pemerintah. Menurut Suyanto, Direktur Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Depdiknas, Senin (28/5) yang dikutip Kompas (30/05/07), penyelesaian rehabilitasi gedung SD dan SMP yang rusak di seluruh Indonesia saat ini sangat diprioritaskan supaya bisa selesai pada tahun 2008. Pemerintah pusat berupaya menyediakan tambahan dana sambil juga menuntut komitmen daerah agar turut mendanai perbaikan di daerah masing-masing. Dari hitung-hitungan yang ada, untuk perbaikan semua gedung sekolah yang rusak perlu dana Rp 14,4 triliun. Untuk tahun 2008, dana alokasi umum senilai Rp 6,9 triliun sudah disepakati untuk perbaikan gedung sekolah yang rusak. Sisanya, diharapkan dari daerah dan sumber lain

Masih menurut Suyanto, dari total 531.186 ruangan kelas yang rusak, 60,25 persen di antaranya sudah selesai direhabilitasi oleh pemerintah pusat. Adapun pemerintah daerah bisa menyelesaikan rehabilitasi sebanyak 47.926 ruangan kelas atau baru 5,3 persen. Sampai saat ini, sudah 128 kabupaten/kota yang tuntas dalam perbaikan gedung sekolah yang rusak. Itu pun pembangunannya baru sebatas fisik sekolah, belum pada sarana dan prasarana untuk menunjang kualitas pembelajaran di sekolah. Suyanto mengatakan, khusus untuk perbaikan SD rusak tinggal 213.063 ruang kelas.

Dari data yang dihimpun Depdiknas dalam Rembuk Nasional Pendidikan 2007, April lalu, penyelesaian rehabilitasi gedung SD dan SMP rusak yang perlu diselesaikan tinggal 231.929 ruang kelas. Penyelesaian rehabilitasi dipetakan dengan perkiraan alokasi dana dari pusat sebesar 50 persen, dan sisanya dari pemerintah provinsi serta kabupaten/kota. Dari pernyataan ini tampak bahwa diharapkan ada peran yang seimbang antara pemerintah pusat dan daerah dalam menanggulangi masalah ini.

Aku pikir pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota pasti sudah menyadari akan tanggung jawabnya terhadap masalah ini. Apalagi sudah ada nota kesepahaman untuk turut terlibat dalam pendanaan rehabilitasi gedung sekolah yang rusak di daerah masing-masing. Tentu untuk kasus-kasus seperti SDN Paku Alam tersebut akan segera ditanggapi dan diselesaikan jika pemerintah kabupaten kota peka dan tanggap dalam bersikap.

 

Langkah Manis

 

Sebenarnya tidak akan ada gedung-gedung  sekolah yang rusak terlalu lama jika aparat pemerintah bekerja maksimal dan punya kepekaan terhadap tugas yang diembannya. Di setiap dinas pendidikan kota / kabupaten pasti punya data seluruh sekolah, dari tingkat dasar sampai menengah, di wilayahnya masing-masing. Data itu tentu menyangkut kuantitas dan kualitas  sarana dan parasana sekolah tersebut.

Dinas pendidikan juga punya kepanjangan tangan melalui penilik dan pengawas sekolah yang secara rutin datang ke sekolah. Seorang penilik dan pengawas sekolah tentu bukan hanya membuat laporan tentang pelaksanaan PBM dan kompetensi guru di sekolah yang menjadi wilayahnya, tapi juga bisa membuat deksripsi kondisi terakhir fisik sekolah. Laporan penilik dan pengawas sekolah ini tentu merupakan informasi berharga bagi dinas pendidikan untuk menyusun langkah selanjutnya.

Sementara itu, pemerintah kota / kabupaten juga punya kepanjangan tangan melalui para camat dan lurah yang tersebar di seluruh wilayahnya. Sebagai aparat pemerintah dan abdi Negara seharusnya para camat dan lurah bukan hanya duduk manis mengurusi administrasi kependudukan saja. Banyak kesempatan yang bisa digunakan untuk melihat kondisi persekolah di sekitarnya. Temua di lapangan tentu jangan didiamkan, tapi dilaporkan ke aparat di atasnya dan terus diusahakan agar bisa mendapat tanggapan positif dari mereka.

Pihak sekolah dan komite sekolah sendiri juga jangan hanya tinggal diam. Di saat pengeluaran anggaran pemerintah semakin ketat ini dan baru bisa dikucurkan jika diusulkan dari bawah ini memerlukan peran proaktif dari pihak sekolah. Sekolah harus pandai membuat proposal dan pandai pula untuk meng-gol-kan proposal itu. Sekolah harus menggandeng pihak lain, seperti aparat pemerintahan desa, anggota DPRD, pihak swasta, jika perlu LSM agar membantu menarik perhatian pemerintah kota / kabupaten terhadap permasalahan yang sedang dihadapi.

Langkah manis ini perlu dilakukan oleh seluruh pihak agar tidak ada lagi siswa-siswa kita yang harus berhujan dan berpanas saat belajar di sebuah ruang kelas yang tak layak. Terlalu naïf jika para aparat pemerintah dapat dengan enak menjalankan tugasnya dalam ruangan yang sejuk dan nyaman, sementara anak-anak bangsa yang masih dalam masa pertumbuhan dibiarkan berada dalam suasana bangunan sekolah yang tak sejuk apalagi nyaman. Jangan lagi berharap soal kualitas pendidikan yang mereka dapatkan jika kualitas sarananya saja tak bisa dipenuhi.

Sikap tanggap yang dilakukan Dinas Pendidikan Kota Banjarmasin terhadap terbakar enam ruang kelas SDN Teluk Dalam I patut diberi apresiasi. Sikap semacam itu diharapkan juga dilakukan oleh dinas pendidikan kota /kabupaten lainnya. Bukan hanya pada persoalan kerusakan fisik bangunan yang tiba-tiba, tapi juga kondisi kerusakan yang menahun dan berlarur-larut. Setiap pemimpin pasti akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Tuhan akan kondisi hal-hal yang menjadi tanggung jawabnya.

Tinggalkan komentar