Zulfaisal Putera
BIARLAH ANGANKU BERANGKAT
– prolog perjalanan angan ke Murung Pudak, 27 dan 28 Pebruari 1988
lihatlah aku meringkus waktu
kalian tetap tak bisa tahu di mana kusimpan dia kemudian
karena memang tidak semua prasasti perlu kucanangkan
jadi biarlah aku tetap meringkus waktu itu
dari jala-jala yang pernah ditebar
dari lautan hasrat yang pasrah dilayari biduk nelangsa
toh ombak dan badai sudah bosan memajang kegarangan di haluan bukan?
sementara banyak kubuka hutan-hutan belantara dan perbukitan
menebas rumput-rumput dan membakarnya
dan biarkanlah kemudian menjadi humus serta dimanfaatkan alam semaunya
lalu berbentuklah areal lapang tanpa ilalang
tempat tumbuh manusia-manusia bersenggama dengan waktu
sayang aku bisanya hanya sampai di situ
kalian juga tidak bisa memaksaku lebih dari itu
seperti aku tidak pernah dipaksa oleh alam untuk mengikuti
arus yang sering membelokkan perjalanan
aku ingin mengajak kalian kembali ke ketiak awan
lihatlah petir dan kilat bercumbu
semaunya, semau mereka
dan lihatlah semau kalian
sementara biarlah aku menerima hujan dari ulah alam yang biasa berbasa-basi
aku akan tetap tunjukkan kesetian pada waktuku
walau hujan kembali ke sarang dan pelangi mulai menyeringai
sayang aku harus kembali ke waktu
jadi biarlah kulepas anganku berangkat duluan
biarlah
asal kalian tahu
Banjarmasin, 27 Pebruari 1988