Tarawih (malam ke-9) : Indahnya Shalat, Indahnya Bershaf-shaf

Tempat : Masjid Ar Rahim, Jalan Sultan Adam – Perumnas, Banjarmasin

Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.

Ash Shaff : 4

Masjid Ar Rahim, kesahajaan dibalik kemegahan
Masjid Ar Rahim, kesahajaan dibalik kemegahan

Kewajiban seorang imam shalat ketika akan memulai shalat adalah mengingatkan makmum untuk merapikan shaf agar menuju kepada kesempurnaan shalat. Hal ini pasti kita temukan jika mengikuti kegiatan shalat berjamaan di mana pun. Hanya yang jadi pertanyaan, apakah setelah itu kita selaku makmum benar-benar mengatur dan merapatkan shaf antara kita? Sebagian yang aku lihat hal tersebut kebanyakan hanya terjadi dan dilakukan oleh shaf terdepan tepat di belakang imam. Sementara shaf-shaf seterusnya tetap saja tidak rapat.

Keharusan merapatkan shaf  sebenarnya merupakan perintah Rasulullah SAW. Ada banyak riwayat yang menggambarkan betapa Rasulullah sangat memperhatikan hal tersebut. Bukhari dan Muslim meriwayatkan pada suatu hari, ketika Rasulullah  akan mengimami kami shalat dan sudah hampir akan bertakbir, beliau melihat seorang laki-laki (dari kami) yang tidak meluruskan shafnya karena memajukan dadanya dari yang ada di sebelahnya di shaf itu. Ketika itulah Rasulullah menegur : Kamu harus benar-benar meluruskan shafmu, atau (bila tidak;) maka Allah akan menjadikan hati-hatimu berselisih.

Rasululullah memang tauladan yang baik bagaimana meluruskan shaf yang sebenarnya. Muslim mengibaratkan bahwa  Rasulullah biasa meluruskan shaf shalat kami, seakan-akan beliau meluruskan busur panah yang lurus, sehingga beliau tahu bahwa kami telah memahami perintah beliau untuk meluruskan dan merapatkan shaf itu. Maka itulah dalam sebuah Hadis riwayat Anas bin Malik disebutkan Rasulullah pernah bersabda: Luruskanlah barisan kalian. Sesungguhnya kelurusan barisan salat termasuk bagian dari kesempurnaan salat.

Apa yang menyebabkan masih banyak makmum yang belum bisa meluruskan dan merapatkan sfat? Aku melihat ada dua faktor. Pertama, keengganan berpindah atau bergerak dari posisi  awal tempat shalatnya. Keengganan ini antara lain karena belum memahami arti penting kelurusan dan kerapatan shaf seperti yang dianjurkan Rasulullah. Kedua, ukuran sajadah tunggal atau karpet sajadah. Hampir semua masjid menggunakan karpet berpola sajadah. Jika dilihat, masing-masing sajadah itu sangat lebar karena memakai ukuran orang Arab yang cenderung berbadan besar dan lebar. Bila makmum orang Asia, seperti Indonesia, menggunakan sajadah itu dan berpatokan satu sajadah untuk satu orang, maka pasti ada jarak yang cukup lebar antar makmum.

Ustaz Masyhudi saat memberikan pencerahan di Masjid ar Rahim
Ustaz Masyhudi saat memberikan ceramah di Masjid ar Rahim

Kecederungan tidak rapatnya sfat makmum sering ditemui pada masjid-masjid yang menggunakan karpet berpola sajadah ini. Tidak masalah kalau makmum mempunyai kesadaran pentingnya merapatkan shaf sehingga tetap merapatkan antarbadannya saat shalat dan tidak memperdulikan pola sajadah pada karpet. Yang sangat mudah mengatur diri untuk meraparkan shaf justru dilakukan oleh jamaah yang shalat di masjid yang hanya menggunakan karpet polos dan beralas kain putih panjang untuk wajah. Itulah yang aku temukan dari Masjid Ar Rahim, tempat Tarawihku di malam ke-9.

Masjid dua lantai yang cukup megah di ujung jalan Sultan Adam – Perumnas ini telah memberikan gambaran bagaimana shalat dengan shaf yang lurus dan rapat. Bahkan, bukan hanya soal kerapian shaf, tetapi kesiapan jamaah untuk mengikuti shalat. Bagaimana tidak siap, ketika Iqomat akan dikumandangkan, jamaah serentang berdiri sambil mengatur diri. Aku jadi teringat cerita guru agamaku waktu SD dahulu. Beliau menyampaikan bahwa kumandang azan adalah panggilan yang menyeru orang segera menuju masjid .untuk shalat sedangkan iqomat adalah laporan kepada Allah bahwa ummatnya (jamaah) sudah siap untuk menghadap. Logikanya, jamaah berdiri dulu dengan posisi siap, lalu bilal melapor dengan iqamat. Tidak banyak masjid dan jamaah memperhatikan hal sederhana ini.

Masjid Ar Rahim yang merupakan binaa Muhammadiyah ini telah memberikan contoh bahwa jika kita benar-benar mengikuti apa yang dicontohkan Rasulullah, maka shalat kita akan semakin sempurna. Masjid yang malam ke-9 itu masih dipenuhi jamaah hingga ke lantai II ini telah menitipkan pesan kepada kita, seperti yang disampaikan oleh Ustaz H. Masyhudi H.S., bahwa Rasulullah adalah sebaik-baik contoh, maka apabila kita tetap berpegang dengan Al Quran dan Sunnah, maka insyaAllah hidup kita akan lebih baik dunia dan akhirat.

Satu hal lagi yang mengesankan di Masjid Ar Rahim ini adalah adanya kaum masjid yang sukarela menyusun sandal jamaah dengan rapid an depannya menghadap ke luar. Hal ini mengingatkanku dengan masjidnya Aa Agym di Geger Kalong. Hanya bedanya, di masjid Aa Gym, jamaah menyusun sendiri arah sandalnya saat melepaskannya. Sekali lagi aku menemukan keindahan shalat dan keindahan Ramadhan. Sesungguhnya beruntunglah jika kita  bisa memetik keuntungan-keuntungan shalat dan Ramadhan. Allah pasti tersenyum melihat kita!

2 comments

  1. Ya, masalah rapat dan lurus shaf dalam shalat memang banyak kurang perhatian pada kebanyakan (maaf)muslim di Indonesia, dan ini menjadi salah satu keprihatinan kenapa dari hal yang kecil saja kita tidak mampu melakukannya?

    Mungkin inilah penyebab tidak bersatunya umat islam dalam satu suara, satu tekad, satu jamaah, dan satu-satu yang lainnya. Terutama dalam menegakkan Kalimat Allah di muka bumi Indonesia ini, karena masih terpecah hati-hati mereka, ini terlihat dari cara-cara ia Shalat.

    Bisa jadi ini adalah kurang pahamnya dan atau memang kebiasaan seperti itu sehingga ketika kita mencoba untuk meluruskannya merasa hal yang aneh.

    Mari kita luruskan shaf shalat kita dari diri kita, semoga dengan lurus dan rapatnya shaf membuat hati-hati kita tertaut menjadi muslim kaffah. Amin

Tinggalkan komentar